Latihan dimulai dengan pemanasan dan briefing keselamatan yang mencakup penggunaan perlengkapan seperti harness, carabiner, helm, serta teknik belaying yang benar. Pembiasaan terhadap peralatan ini sangat penting karena dalam operasi vertical rescue, keselamatan korban maupun rescuer bergantung pada ketepatan penggunaan alat. Setelah itu, para anggota melakukan sesi pemanjatan, baik secara top rope maupun lead climbing, untuk melatih kekuatan fisik, teknik pegangan, kestabilan posisi tubuh, serta manajemen pernapasan saat berada di dinding vertikal.
Tidak hanya fokus pada kemampuan memanjat, latihan di Ranita Wall Climbing ini juga melibatkan simulasi penyelamatan, seperti teknik ascending dan descending menggunakan rope system, penguasaan simpul-simpul tali, serta metode evakuasi korban di medan terjal. Instruktur memberikan skenario yang menuntut ketelitian, kerja sama tim, dan kemampuan pengambilan keputusan cepat—kompetensi yang sangat dibutuhkan dalam misi vertical rescue yang sesungguhnya.
Melalui latihan rutin di Ranita Arena, para anggota tidak hanya meningkatkan kemampuan teknis mereka, tetapi juga membangun mental yang kuat, disiplin tinggi, serta rasa tanggung jawab terhadap keselamatan diri dan tim. Dengan demikian, wall climbing bukan sekadar olahraga, tetapi menjadi sarana efektif untuk menciptakan personel rescue yang profesional, terampil, dan siap menghadapi berbagai kondisi medan vertikal.


